Sutradara : Garin Nugroho
Penulis : Garin Nugroho Armanto
Produser : Cristine Hakim
Pemeran : Heru, Kancil, Sugeng, Cristine Hakim, Sarah Azhari, Deni Christanta,Kabri Wali
Penyunting : Sentot Sahid
Durasi : 83 menit
Film ini merupakan sebuah film yang diangkat dari sebuah kisah nyata kehidupan anak jalanan dan diperankan juga oleh anak-anak jalanan. Garin ingin mengungkapkan betapa masyarakat kecil seperti anak jalanan ini sering dipandang oleh pemerintah dan masyarakat. Hal itu tergambar dalam kebiasaan-kebiasaan anak jalanan yang digambarkan dengan apik oleh Garin. Di film ini diperlihatkan anak jalanan tersebut menghirup lem sebagai cara mereka untuk ”fly” seperti halnya menghirup narkoba. Merokok pun bukan hal asing bagi anak-anak jalanan walaupun usia mereka masih di bawah 10 tahun. Penindasan terhadap anak jalanan ini terlihat paling jelas ketika mereka meninggal, tapi mayat mereka tidak bisa terkuburkan hanya karena mereka tidak memiliki identitas yang jelas. Salah seorang anak bernama Heru bahkan dibunuh untuk kepentingan oknum-oknum tertentu yang berambisi mendapatkan uang dengan cara membuatkan KTP palsu untuk mereka yang namanya disesuaikan dengan nama orang yang diajukan kepada perusahaan asuransi,kemudian Heru dibunuh dan perusahaan asuransi membayar premi kepada oknum tersebut.
Ketidakberdayaan anak-anak jalanan juga ditampilkan dengan sangat detail oleh Garin pada rumah dan lingkungan mereka yang kumuh. Dengan baju yang compang-camping. Tokoh utama yang hampir tidak menggunakan make up. Selain menampakkan kebiasaan anak jalanan, Garin juga menampilkan sebuah kebudayaan Yogyakarta yang khas dengan nuansa Jawa yang cukup kental. Alunan musik keroncong oleh musisi setempat walaupun yang dinyanyikan bukan lagu daerah melainkan lagu asing dengan musik campur sari dan keroncong. Logat Jawa masyarakat setempat sampai masyarakat Jawa yang terkenal ulet dalam bekerja yang ditampilkan dari beberapa orang perempuan yang menggendong beras malam hari, menjualkan daster dari orang ke orang dan kesabaran ketika banyak orang yang tidak membayar barang jualannya atau hutang.
Film Daun di Atas Bantal memiliki beberapa keunggulan. Film ini menampilkan kehidupan anak jalanan secara realistis, bahkan pemerannya pun adalah anak-anak jalanan dengan menggunakan bahasa daerah mereka. Namun, film ini juga memiliki beberapa kekurangan. Oleh karena film ini diperankan oleh anak-anak jalanan, terdapat beberapa adegan yang sulit dimengerti karena artikulasi beberapa pemeran kurang baik. Selain itu, ada beberapa adegan yang sistem pencahayaannya kurang baik sehingga adegan-adegan tersebut terkesan gelap.
Film Daun di Atas Bantal sangat bermanfaat untuk mendidik para remaja. Film ini dapat membuat para remaja menyadari betapa kerasnya hidup. Film ini juga layak untuk dilihat oleh orang dewasa. Namun, film ini kurang layak untuk dilihat oleh anak-anak karena ada beberapa adegan yang belum layak untuk dilihat oleh anak-anak.
Penulis : Garin Nugroho Armanto
Produser : Cristine Hakim
Pemeran : Heru, Kancil, Sugeng, Cristine Hakim, Sarah Azhari, Deni Christanta,Kabri Wali
Penyunting : Sentot Sahid
Durasi : 83 menit
Film ini merupakan sebuah film yang diangkat dari sebuah kisah nyata kehidupan anak jalanan dan diperankan juga oleh anak-anak jalanan. Garin ingin mengungkapkan betapa masyarakat kecil seperti anak jalanan ini sering dipandang oleh pemerintah dan masyarakat. Hal itu tergambar dalam kebiasaan-kebiasaan anak jalanan yang digambarkan dengan apik oleh Garin. Di film ini diperlihatkan anak jalanan tersebut menghirup lem sebagai cara mereka untuk ”fly” seperti halnya menghirup narkoba. Merokok pun bukan hal asing bagi anak-anak jalanan walaupun usia mereka masih di bawah 10 tahun. Penindasan terhadap anak jalanan ini terlihat paling jelas ketika mereka meninggal, tapi mayat mereka tidak bisa terkuburkan hanya karena mereka tidak memiliki identitas yang jelas. Salah seorang anak bernama Heru bahkan dibunuh untuk kepentingan oknum-oknum tertentu yang berambisi mendapatkan uang dengan cara membuatkan KTP palsu untuk mereka yang namanya disesuaikan dengan nama orang yang diajukan kepada perusahaan asuransi,kemudian Heru dibunuh dan perusahaan asuransi membayar premi kepada oknum tersebut.
Ketidakberdayaan anak-anak jalanan juga ditampilkan dengan sangat detail oleh Garin pada rumah dan lingkungan mereka yang kumuh. Dengan baju yang compang-camping. Tokoh utama yang hampir tidak menggunakan make up. Selain menampakkan kebiasaan anak jalanan, Garin juga menampilkan sebuah kebudayaan Yogyakarta yang khas dengan nuansa Jawa yang cukup kental. Alunan musik keroncong oleh musisi setempat walaupun yang dinyanyikan bukan lagu daerah melainkan lagu asing dengan musik campur sari dan keroncong. Logat Jawa masyarakat setempat sampai masyarakat Jawa yang terkenal ulet dalam bekerja yang ditampilkan dari beberapa orang perempuan yang menggendong beras malam hari, menjualkan daster dari orang ke orang dan kesabaran ketika banyak orang yang tidak membayar barang jualannya atau hutang.
Film Daun di Atas Bantal memiliki beberapa keunggulan. Film ini menampilkan kehidupan anak jalanan secara realistis, bahkan pemerannya pun adalah anak-anak jalanan dengan menggunakan bahasa daerah mereka. Namun, film ini juga memiliki beberapa kekurangan. Oleh karena film ini diperankan oleh anak-anak jalanan, terdapat beberapa adegan yang sulit dimengerti karena artikulasi beberapa pemeran kurang baik. Selain itu, ada beberapa adegan yang sistem pencahayaannya kurang baik sehingga adegan-adegan tersebut terkesan gelap.
Film Daun di Atas Bantal sangat bermanfaat untuk mendidik para remaja. Film ini dapat membuat para remaja menyadari betapa kerasnya hidup. Film ini juga layak untuk dilihat oleh orang dewasa. Namun, film ini kurang layak untuk dilihat oleh anak-anak karena ada beberapa adegan yang belum layak untuk dilihat oleh anak-anak.
0 komentar:
Posting Komentar