CERPEN


Tanpa Kata Kita pun Tahu
Di teras rumah yang bergaya Jawa itu di suatu desa, berkumpulah tiga orang yang telah saling mengenal dari mereka kecil, saling bercanda dan bercakap-cakap dengan hangatnya ditemani 3 cangkir kopi dan sebungkus rokok yang selalu tersedia setiap mereka berkumpul. Seseorang dari mereka yang bernama Rio sedang memainkan gitar dan menlantunkan melodi dari sebuah musisi legendaris bernama John Lennon dengan lagunya Imagine.
Imagine there's no heaven,
It's easy if you try,
No hell below us,
Above us only sky,
Imagine all the people
living for today...
<<----read more---->>
Imagine there's no countries,
It isnt hard to do,
Nothing to kill or die for,
No religion too,
Imagine all the people
living life in peace...

Imagine no possesions,
I wonder if you can,
No need for greed or hunger,
A brotherhood of man,
imagine all the people
Sharing all the world...

You may say Im a dreamer,
but Im not the only one,
I hope some day you'll join us,
And the world will live as one

Lalu ditengah lantunan lagu tersebut seseorang yang lainnya bernama Brata ikut menyanyikannya, tetapi yg seseorang lagi yang bernama Jinggo hanya menikmati rokoknya dan menatap langit dengan pikirannya yang melayang jauh entah kemana.
"kenapa kamu Nggo?" Tanya Rio sambil terus memetik gitarnya.
"Ga kenapa-kenapa kog." Jawab Jinggo.
"Udah lah jujur aja! aku tahu kog kamu lagi dapat masalah." gledah Rio.
"Suntuk Yo, capek aku ngurusin cewek itu. Kamu tahu kan?" jelasnya
"Ya elah, masalah cewek lagi. Bosen aku!" Brata yang dari tadi diam pun ikut berkomentar.
"Jangan begitu Ta, kita ngga bisa hidup tanpa makhluk itu, cewek itu sudah ditakdirkan untuk menjadi bagian dari hidup kita." Rio pun membela Jinggo.
"Halah ada kita juga Nggo!" lanjut Brata.
Lalu mereka bertiga larut dalam keheningan masing-masing, kembali dalam kesibukan yang mereka buat sendiri. Pikiran mereka terbang ke alam yg mereka ciptakan sendiri, dimana mereka sendiri yang tahu apa yang mereka bayangkan. Tetapi diantara ketiga lamunan yang berbeda itu, terdapatlah suatu kesamaan diantara lamunan mereka bertiga. Rio, Jinggo dan Brata, ketiga cucu adam ini adalah orang yang tidak pernah berkomitmen secara lisan tentang kisah pertemanan mereka, tetapi sikap mereka sudah terlalu cukup untuk menunjukan hal itu.
Malam pun berangsur-angsur semakin larut. Mereka pun masih terlarut dalam lamunan masing-masing. Di tengah keheningan yang berlangsung beberapa putaran waktu dunia, Jinggo pun membuka keheningan dengan sebuah obrolan.
"benar juga kamu Ta, yang penting ada kalian aku sudah merasa senang. Kalian yang selalu bisa membuat keajaiban-keajaiban kecil dalam hidupku."
"Aku juga Nggo, kalau kamu nyuruh aku buat putus sama cewekku atau harus ninggalin kalian, aku pun milih buat tetap bersam kalian. Tapi jangan ya. hahahaha.” saut Brata sambil memohon.
“Iya iya! Mana mungkin kita nyuruh kayak gitu".
"Ya elah, ia nih Brata, ngga mungkin kan kita nyuruh kayak gitu? Ga penting banget! Haha" Jinggo pun mulai tersenyum.
"Ayo!!" Ajak Rio
Selesai perbincangan itu, akhirnya ketiga orang itu malah pergi meninggalkan teras rumah yang telah menjadi saksi tumbuh kembang meraka dari mereka kecil. Mereka menuju ke suatu tempat yg selalu mereka kunjungi jika salah satu dari mereka dihadapkan pada suatu “MasalahKeremajaanPemudaJamanSekarang”. Sampai di tempat yang mereka tuju, ritual pun dimulai. Mereka menyalakan rokok mereka sebelum melanjutkan ke ritual inti. Mereka setuju kalau rokok bisa membantu seseorang untuk berpikir tenang walaupun mereka juga tahu kalau rokok itu ngga baik untuk kesehatan. Dan untuk itu mereka pun berjanji untuk berhenti merokok jika sudah jadi seorang ayah.
Ritual pun berlanjut dengan penjelasan dari seorang Jinggo. Ditemani oleh kelamnya malam yang mulai sepi dan lembutnya angin yang menghembus tubuh mereka, ketiga anak manusia itu pun berbincang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh satu dari mereka di selingi oleh lagu yang diputar dari Handphone Brata yang sedang mengalunkan lagu Friendsnya The Rembrants.
So no one told you life was going to be this way.
Your job's a joke, you're broke, you're love life's DOA.
It's like you're always stuck in second gear,
Well, it hasn't been your day, your week, your month, or even your year.

But, I'll be there for you, when the rain starts to pour.
I'll be there for you, like I've been there before.
I'll be there for you, cause you're there for me too.

You're still in bed at ten, the work began at eight.
You've burned your breakfast, so far, things are going great.
Your mother warned you there'd be days like these,
But she didn't tell you when the world has brought you down to your knees.
That, I'll be there for you, when the rain starts to pour.
I'll be there for you, like I've been there before.
I'll be there for you, cause you're there for me too.

No one could ever know me, no one could ever see me.
Seems like you're the only one who knows what it's like to be me.
Someone to face the day with, make it through all the rest with,
Someone I'll always laugh with, even at my worst, I'm best with you.

It's like you're always stuck in second gear,
Well, it hasn't been your day, your week, your month, or even your year.

But, I'll be there for you, when the rain starts to pour.
I'll be there for you, like I've been there before.
I'll be there for you, cause you're there for me too.


Dan akhirnya, sebuah coretan pd suatu papan yang menandakan berapa banyak masalah yang pernah mereka selesaikan disini, tempat ini. Tidak tahu kenapa, ketiga sahabat itu selalu bisa menyelesaikn masalah yang mereka hadapi di tempat ini. Tempat di suatu pinggiran bukit kecil dengan sebuah pohon yang selalu dapat membuat mereka terhindar dari sengatan matahari siang dan memberikan kehangatan di malam hari. Ritual itu pun selalu mereka lakukan jika salah satu dari mereka mendapat masalah. Tempat nongkrong yang selalu mereka gunakan untuk berkumpul, dibawah rindangnya pohon jambu air itu yang usianya juga sudah tidak muda lagi, meskipun tidak lebih tua dari usia mereka bertiga. Yang herannya pohon itu selalu bisa membantu untuk menyelesaikan masalah mereka.
Di bawah pohon itu banyak masalah yang telah dapat diselesaikan oleh ketiganya dengan menggunakan ritual yang sama dan monoton itu. Dan pohon itu merupakan saksi hidup yang selalu tahu apa yang telah menjadi masalah ketiga anak muda itu, walau tak bisa berkata-kata sepatah katapun tentang masalah yg sedang mereka hadapi.
Pernah suatu ketika pohon penting yang selalu dianggap tak penting (karena ketiga orang itu sebenarnya ga pernah mengakui tempat itu sebagai bagian kisah pertemanan mereka) itu kering dan hampir mati, dan salah satu dari ketiganya datang menyiraminya tanpa diketahui yang lainnya. Dia berharap pohon itu agar tidak mati, hingga pada suatu ketika dia datang untuk menyiraminya, menemukan pohon itu sudah basah tersiram padahal dia belum menyiraminya seperti hal yang telah biasa dia lakukan. Kejadian itu kembali terjadi secara terus menerus hingga pada suatu saat fakta itu pun terungkap.
Di suatu hari libur di siang hari yang panas, mereka sedang berkumpul ditempat Jinggo yang sering mereka gunakan untuk ngumpul. Mereka sedang sibuk membantu Jinggo yang sedang menguras kolam Ikan Koinya. Seperti kebiasaan mereka, mereka menguras kolam itu sambil mendengarkan lagu-yang mengalun dari winamp dari PC di kamar Jinggo. Sebuah lagu Senandung Persahabatan dari The Rain.
Hidup tak lagi terasa sepi
Malam pun tak lagi terasa sunyi
Ketika ada teman yang peduli
Dan mau untuk berbagi
Kesedihan pun berganti tawa
Kebimbangan pun terhapus sirna
Jikalau ada sahabat setia
Yang mampu sembuhkan luka

Tiada yang abadi di dunia
Tiada yang kekal selamanya

Coba dengarkan petuah dari mereka semua
Kita hidup di dunia hanya sementara
Dan takkan ada yang sanggup untuk tetap bertahan
Kecuali cinta dan persahabatan

Karena memang hidup kita
Akan menjadi lebih indah
Semua karena cinta dan persahabatan

"Ambil ember lagi dong Nggo, buat naruh ikan nih, ada yang ketinggalan." Rio teriak-teriak dari dalam kolam meminta ember.
"Ambil sendiri sana, tanggung nih!" jawab Jinggo sambil nyikatin pinggiran kolam.
"Kog ni ember kotor banget se Nggo? Blepotan lumpur kayak habis dari sawah gini." Tanya Rio sambil ngambil ember yang masih nganggur.
"Iya, tadi habis tak jatuhin di jalan" jawab Jinggo.
"Hah, jatuh dimana sih? Ngapain aja se tinggkah kamu tuh?" Brata ikutan nimbrung.
“Aku tadi habis nyiramin tu pohon jambu yang disana itu, aku kashian aja kalo nanti pohon itu mati, eh taunya ada yang nyiram selain aku. Siapa juga yang mau iseng nyiramin itu pohon." JInggo cerita dan tanpa sadar memprodusi pertanyaan seperti itu.
Dan tiba-tiba ketiga anak manusia itu saling pandang, tanpa satu kata yang keluar dari mulut mereka, lalu mereka terbang sejenak ke alam pikiran mereka sendiri-sendiri. Melayang memikirkan apa yang baru saja terungkap dari perbincangan yang baru saja terjadi. Ternyata di sana ada yang menginginkan pohon itu hidup, bukan seseorang dan bukan dua orang. Mungkin pikiran mereka sama, jika nantinya bakal ada yang merasa kehilangan kalo sampai pohon ini mati. Mungkin ketiganya menyadari bahwa pohon tersebut merupakan bagian dari persahabatan mereka, yang selama ini mereka jalin walaupun tak ada menyampaikannya secara lisan, karena persahabatan tidak harus keluar dari bibir, tapi sikap kita yang dapat menunjukannya. Setelah kembali dari alam masing-masing, mereka pun melanjutkan keesibukan mereka seperti tidak mengetahui apa yang baru saja terungkap.

0 komentar:

Posting Komentar